Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Allahumma Shalli ala Sayyidina Muhammad Wa Alihi Wa Shahbihi Wasallim, Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubana ‘ala tho’atik. Ammaba’du
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman dan islam serta nikmat diberikannya kesempatan sampai detik ini untuk belajar bersama, shalawat beserta salam tidak lupa kita curahkan kepada Nabi yang kita cintai Nabi Muhammad saw.
Para ulama telah sepakat bahwa membuat tato hukumnya haram, tidak ada alasan syar'i untuk membuat tato. maksud tato disini adalah menusuk dengan jarum atau alat lainnya pada sebagian tubuh ataupun seluruh tubuh.
Maksud Tato disini adalah menusuk dengan jarum atau alat lainnya di bagian anggota tubuh wanita hingga mengeluarkan darah. Dan kemudian tempat itu di tutupi dengan celak atau bahan lainnya. Dan terkadang untuk membuat ukiran.
Tindakan ini berarti merubah ciptaan Allah Ta'ala. Oleh karena itu perbuatan itu di haramkan. Dari Alqomah dari Abdullah bin Mas’ud, beliau mengatakan, “Allah
melaknat wanita yang menjadi tukang tato dan wanita yang minta ditato,
wanita yang mencabuti bulu alis dan wanita yang minta agar bulu alisnya
dicabuti, demikian pula wanita yang merenggangkan giginya demi
kecantikan. Merekalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah” (HR Bukhari no 4604 dan Muslim no 5695).
Pengharaman ini bukan hanya untuk wanita saja tapi untuk laki-laki juga. Tetapi kenapa dalam hadist tersebut yang di jelaskan hanya untuk wanita karena pada zaman dahulu yang paling banyak membuat tato adalah kaum wanita.
Bagiamana hukum membuat tato dengan menggunakan bahan Hena atau Pacar yang bersifat sementara?
Menurut Abu Malik Kamal bin Al Sayid Salim, "Tato model ini
dibolehkan dengan syarat tidak membahayakan kulit dan tidak
diperlihatkan kepada selain suaminya. Kita katakan boleh karena hal
tersebut tidak termasuk mengubah ciptaan Allah, maka semisal dengan
pacar untuk kuku atau rambut. Meski demikian yang lebih baik adalah
meninggalkannya karena menyerupai orang yang benar-benar bertato." (Fiqh Sunnah lin Nisa hal. 427, Maktabah Taufiqiyah Mesir).
Wallahu a'alam Bish Shawabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar